Home
 
 
 
 
KH Subchi Parakan: Kiai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman.

Kamis, 17/08/2017 - 19:59:27 WIB


TERKAIT:
   
 

Jakarta- 72 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia"

Senja ini aku kembali menghadap ke peristirahatan terakhir KH. Subchi Parakan: Kiai Bambu Runcing, Guru Jenderal Soedirman.

Tak terasa air mata menetes mengenang dan meresapi bagaimana perjuangan heroik para pendiri bangsa ini, hanya untaian doa yang bisa dipersembahkan. Kita doakan para suhada semua yang wafat dimedan perang. Para kiyai, santri,  bung karno dan seluruh rakyat indonesia yang berjuang dimasa itu.

Secara yuridis kemerdekaan memang telah kita capai. Tetapi rasa tenteram dan damai sebagimana layaknya suatu bangsa yang merdeka belum sepenuhnya kita dapatkan. Sebab masih banyak rintangan dan tantangan yang harus dihadapi. Khususnya ganjalan dari Negara-negara Imperialis yang ingin kembali mencengkeram bumi Indonesia yang subur dan gemah ripah.

Sebagai anak kandung dari bangsa ini

Kita harus berjuang dalam meningkatkan ekonomi, SDM/Alam. Juga harus mandiri  dibidang budaya dan dewasa dalam politik.

Kami akan lanjutka perjuanganmu kiyai !!!..

Maka, ketika memperingati peristiwa bersejarah. Peristiwa dimana menaklukkan dan berjuang melawan penjajah dan bahkan setelah di proklamirkannya kemerdekaan indonesia pada 17 Agustus 1945, tidak selesai sampai disitu sebagaima kita ketahui rakyat indonesia kembali melawan sekutu yang dikenal dengan pertempuran 10 November 1945 di surabaya peristiwa di surabaya itu merupakan rangkaian peristiwa yang dimulai sejak kedatangan pasukan Sekutu dengan bendera AFNEI di Jawa Timur. Khusus untuk Surabaya, Sekutu menempatkan Brigade 49, yaitu bagian dari divisi ke-23 Sekutu. Brigade 49 dipimpin Brigjen A.W.S. Mallaby yang mendarat 25 Oktober 1945. Dari peristiwa ini kita kenal dengan lahir nya resolusi jihad oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari.

pada sisi lain memang tidak juga bisa terlepas dari kenangan atas jasa para pejuang laskar Hizbullah dan para ulama. Bahkan, khusus untuk soal penggunaan bambu runcing, maka dipastikan akan terkait dengan peran dari KH Subkhi, dari Pondok Pesantren Parakan. Letak pesantren ini berada di 'kota sejuk’ Temanggung dan tak jauh dari salah satu markas tentara Belanda yang berada di Ambarawa.

Ketika pasukan Belanda menyerbu kembali Jawa pada Desember 1945, barisan santri dan kiai bergerak bersama warga untuk melawan. Pertempuran di Ambarawa pada Desember 1945 menjadi bukti nyata. Bahkan, Jendral Sudirman berkunjung ke kediaman Kiai Subchi untuk meminta doa berkah dan bantuan dari Kiai Subchi. Jendral Sudirman sering berperang dalam keadaan suci, untuk mengamalkan doa dari Kiai Subchi. Dari narasi ini, dapat diketahui bahwa Jenderal Sudirman merupakan santri Kiai Subchi.  

Kiai Subchi dikenal sebagai seorang yang murah hati, suka membantu warga sekitar yang kekurangan. Jiwa bisnisnya tumbuh seiring dengan kesuburan tanah di lereng Sindoro – Sumbing. Pertanian menjadi andalan, dengan pelbagai macam tanaman yang menjadi ladang pencaharian warga. Saat ini, Parakan dikenal sebagai kawasan andalan dengan hasil tembakau terbaik di Jawa. Kiai Subchi, pada waktu itu, sering membagikan hasil pertanian, maupun menyumbangkan lahan kepada warga yang tidak memilikinya. Inilah kebaikan hati Kiai Subchi, hingga disegani warga dan memiliki kharisma kuat.

Ketika barisan Kiai mendirikan Nahdlatul Ulama pada 1926, Kiai Subchi turut serta dengan mendirikan NU Temanggung. Beliau menjadi Rais Syuriah NU Temanggung, didampingi Kiai Ali (Pesantren Zaidatul Maarif Parakan) dan Kiai Raden Sumomihardho, sebagai wakil dan sekretaris. Nama terakhir merupakan ayahanda Kiai Muhaiminan Gunardo, yang menjadi tokoh pesantren dan NU di kawasan Temanggung-Magelang. Kiai Subchi juga sangat mendukung anak-anak muda untuk berkiprah dalam organisasi. Pada 1941, Anshor Nahdlatul Oelama (ANO) mengadakan pengkaderan di Temanggung, yang langsung dipantau oleh Kiai Subchi.

Kiai Subchi dikenal sebagai kiai 'alim dan pejuang yang menggelorakan semangat pemuda untuk bertempur melawan penjajah. Kiai ini, dikenal sebagai "Kiai Bambu Runcing", karena pada masa revolusi meminta pemuda-pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing, kemudian diberi asma' dan doa khusus. Dengan bekal bambu runcing, pemuda-pemuda berani tampil di garda depan bertarung dengan musuh. Bambu runcing inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan warga Indonesia untuk mengusir penjajah.

Dalam catatan Kiai Saifuddin Zuhri (1919-1986), Kiai Subchi menjadi rujukan askar-askar yang berjuang di garda depan revolusi kemerdekaan. "Berbondong-bondong barisan-barisan laskar dan TKR menuju Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung pengantin Sindoro dan Sumbing. Di antaranya yang terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan Kiai Masykur", Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia di bawah pimpinan Bung Tomo, "Barisan Banteng" di bawah pimpinan dr. Muwardi, Laskar Rakyat di bawah pimpinan Ir. Sakiman, Laskar Perindo di bawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini, baik TKR maupun badan-badan kelaskaran berbondong-bondong menuju Parakan".

Kiai Subchi dikenal sebagai sosok sederhana, zuhud dan sangat tawadhu'. Ketika banyak pemuda pejuang yang sowan untuk minta doa dan asma', Kiai Subchi justru menangis tersedu. "KH Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, dan KH Masjkur pernah mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, Kiai Subchi menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam tersebut. Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, Kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bamburuncing itu, dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya sudah benar", catat Kiai Saifuddin Zuhri dalam memoarnya "Berangkat dari Pesantren".

Kiai Subchi merupakan teladan dalam kedermawanan, pengetahuan dan perjuangan. Sosok Kiai Subchi menjadi panutan bangsa ini untuk mengawal negeri, mengawal NKRI. Selayaknya, negara mengakuinya sebagai Pahlawan Bangsa.

#DirgahayuRepublikIndonesia

#NKRIHARGAMATI
Penulis: Syafroji mantan pengurus PB PMII" dan mahasiswa Kebijakan Publik.

Home