Home
 
 
 
 
Gubri: Korupsi Adalah Masalah Besar Semua Negara Termasuk Indonesia, Riau Khususnya

Rabu, 27/09/2017 - 23:33:21 WIB


TERKAIT:
   
 
PEKANBARU- Penaningkatan Maturitas SPIP dan Kapabilitas APIP, Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa, Penandatanganan MOU Implementasi Simda Perencanaan MOU Pembinaan Putra/i Riau yang berprestasi untuk mengikuti Penerimaan Calon Anggota Polri dilakukan di gedung daerah, Pekanbaru, 27/9/2017.

Hadir pada acara tersebut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Direktur Jenderal Bina Pemerintah Desa Kementerian Dalam Negeri, Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Riau beserta jajaran. Turut pula hadir Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia Provinsi Riau, Bupati/Walikota se Provinsi Riau, Inspektur Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se Provinsi Riau, Para Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Dalam kesempatan tersebut Gubernur Riau H arsyadjuliandi Rachman menyebutkan bahwa Korupsi adalah masalah terbesar bagi semua negara termasuk Indonesia. Tak hanya itu, kata Gubri, saat ini tindak pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia telah terjadi di semua lini, baik di sektor pemerintah maupun korporasi/swasta.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah sudah melakukan berbagai langkah dan strategi untuk untuk mendorong pencegahan korupsi di Indonesia.

Salah satu upaya pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara sistematis pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah melalui Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

Sistem Pengendalian Internal Pemerintah adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah, sehingga PP 60 Tahun 2008 tersebut mewajibkan menteri/pimpinan lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.

Melalui penyelenggaraan SPIP yang efektif dapat memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Presiden RI memberikan perhatian yang besar terhadap penyelenggaran SPIP ini sehingga menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Intern dalam rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengintensifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan kualitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional, serta upaya pencegahan korupsi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan kapabilitas APIP untuk menjamin terlaksananya pengendalian intern yang efektif.

Guna mengukur tingkat keberhasilan penyelenggaraan SPIP, dilakukan penilaian maturitas (kematangan) implementasi SPIP. Pengukuran tingkat maturitas SPIP menunjukkan kemampuan penyelenggaraan SPIP dalam peningkatan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah.

Dengan demikian, penerapan SPIP dan kapabilitas APIP menjadi indikator kinerja yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

Sementara, target tingkat maturitas SPIP dan kapabilitas APIP pada tahun 2019 berada pada level 3 atau terdefinisi. Oleh karena itu, hal ini menjadi komitmen bersama dalam rangka peningkatan level maturitas SPIP dan Kapabilitas APIP pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se Provinsi Riau.

Sedangkan untuk meningkatkan peran pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan bukan hanya dilakukan di akhir pelaksanaan kegiatan, tapi sudah dilakukan sejak proses perencanaan.

Ini sejalan dengan paradigma pengawasan, bahwa Inspektorat Daerah selaku APIP tidak lagi mencari-cari kesalahan, tetapi berperan sebagai consultant, fasilitator dan early warning system (sistem peringatan dini). Sehingga penyimpangan dan kesalahan dapat segera terdeteksi dan dihindari.

Jika ada permasalahan, Inspektorat Daerah dapat bersama dengan BPKP mengklarifikasi terlebih dahulu melalui audit, reviu maupun evaluasi. Sehingga dapat diketahui apakah permasalahan tersebut dalam ranah administrasi ataupun pidana.

Kondisi ini juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, bahwa APIP harus berdasarkan kompetensi yang dimiliki berdasarkan prinsip profesional, independen, objektif, tidak tumpang tindih antar APIP, dan berorientasi pada perbaikan dan peringatan dini (early warning system).

Pencegahan korupsi dan pengawasan perlu dilakukan sejak proses perencanaan. Dari hasil Koordinasi, Supervisi dan Pencegahan Tim KPK-RI, bahwa integrasi sistem perencanaan dan penganggaran perlu dilakukan melalui teknologi informasi dalam e-planning. Integrasi kedua sistem ini dapat mencegah terjadinya penyimpangan APBD, seperti usulan kegiatan yang tidak melalui proses perencanaan dan adanya perencanaan yang tidak dilaksanakan.

Gubri menyambut baik BPKP yang telah mengeluarkan SIMDA Perencanaan sebagai e-planning, yang dapat digunakan Pemda secara gratis dan dapat diandalkan.

Gubri juga mengapresiasi hal-hal yang telah dilakukan Pemerintah Kota Dumai dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan yang telah menggunakan sistem eplanning dan SIMDA Keuangan yang dikembangkan oleh BPKP. Semoga Pemerintah lainnya akan mengikuti langkah Pemerintah Kota Dumai dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan.

Sesuai butir ke-3 Nawacita Presiden RI, “Membangun Indonesia dari Pinggiran”, Pemerintah memberikan perhatian kepada Pemerintah Desa melalui pemberian Alokasi Dana Desa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016, setiap desa akan mendapatkan kucuran dana, baik berupa Dana Desa dari APBN/Pusat, Bantuan Keuangan Provinsi, ADD dari Kabupaten, Dana Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah Kabupaten, PADes, Hibah dan bantuan CSR dari BUMN/D.

Dana Desa tersebut terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 Dana Desa yang disalurkan untuk Provinsi Riau adalah sebesar ± Rp. 280 Juta per Desa. Tahun 2016 meningkat menjadi ± Rp. 560 Juta per Desa, dan pada tahun 2017 menjadi ± Rp. 720 Juta per Desa.

Dengan jumlah Desa sebanyak 1.846 desa di Provinsi Riau, maka secara kumulatif keuangan desa menjadi kekuatan yang sangat signifikan dalam membangun Riau dan mensejahterakan masyarakat, yang juga menuntut pengelolaan secara akuntabel dan tertib administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk itu, aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang disusun bersama antara BPKP dan Kemendagri yang wajib diimplementasikan secara gratis menjadi penting untuk dijalankan dalam membangun pengendalian dan akuntabilitas di desa, yang dengan sendirinya akan mencegah korupsi.

Pemerintah Provinsi Riau mendukung upaya dari BPKP, KPK, Kemendagri, bahkan dari Aparat Penegak Hukum sekalipun, yang semangatnya lebih mengedepankan pencegahan dari pada penindakan. "Kami mohon dukungan dari BPKP, KPK, Kemendagri dan APH untuk mendukung mewujudkan Provinsi Riau yang bebas dari korupsi," kata Gubri.

Gubernur Riau berkomitmen untuk menerapkan SPIP dan meningkatkan Kapabilitas APIP agar Riau ke depan semakin baik dalam hal berakuntabilitas Keuangan Negara dan Daerah, mencegah korupsi, sekaligus memberikan kenyamanan dan ketenangan bekerja bagi pejabat dan pelaksana di pemerintahan daerah.(Advertorial)

Home